Selasa, 27 April 2010

Kerusakan Jalan

Kerusakan Jalan
Penanganan konstruksi perkerasan apakah itu bersifat pemeliharaan, penunjang, peningkatan, ataupun rehabilitasi dapat dilakukan dengan baik setelah kerusakan-kerusakan yang timbul pada perkerasan tersebut dievaluasi mengenai penyebab dan akibat mengenai kerusakan tersebut. Besarnya pengaruh suatu kerusakan dan langkah penanganan selanjutnya sangat tergantung dari evaluasi yang dilakukan oleh sipengamat, oleh karena itu sipengamat haruslah orang yang benar-benar menguasai jenis dan sebab serta tingkat penanganan yang dibutuhkan dari kerusakan-kerusakan yang timbul.
Kerusakan pada perkerasan konstruksi jalan dapat disebabkan oleh:
• Lalulintas yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban.
• Air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, naiknya air dengan sifat kapilaritas.
• Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan yang tidak baik.
• Iklim. Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.
• Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat dasar yang memang jelek.
• Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik.
Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan :
 Jenis kerusakan (disterss type) dan penyebabnya.
 Tingkat kerusakan (distress severity)
 Jumlah kerusakan (distress amount)
Sehingga dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang paling sesuai.

Langkah-Langkah Merencanakan Perkerasan Jalan Raya

Langkah-Langkah Merencanakan Perkerasan Jalan Raya
Tanah dasar (Subgrade) adalah bagian yang akan mendukung tebal perkerasan. Subgrade terletak pada seluruh lebar jalan, sehingga dapat berada pada daerah galian, timbunan, dan permukaan tanah. Bahan untuk subgrade diambil dari tanah setempat. Kecuali kondisinya jelek (CBR < 2%), maka perlu perbaikan tanah.
1) Memperbaiki mutu pada lapisan subgrade dapat dengan cara:
• Stabilisasi kimia
• Stabilisasi mekanis, yaitu dengan cara:
a. Memadatkan tanah dasar.
b. Mencampur dengan bahan yang lebih baik.
• Menimbun muka tanah asli denga bahan timbunan yang lebih baik. (CBR yang lebih tinggi.
2) Memperbaiki mutu pada lapisan base course dan subbase course dapat dengan cara:
• Menggunakan material yang lebih baik
• Mempertebal lapisan base course ataupun subbase course.
3) dengan cara modern dengan menambah lapisan penguat tipis antara tanah dasar (subgrade) dan base course ataupun subbase dengan geotextile, geogrid, atau tensar, dll.
Geotextiles dan produk terkait telah banyak aplikasi dan saat ini mendukung banyak aplikasi teknik sipil termasuk jalan, lapangan terbang, kereta api, tanggul, mempertahankan struktur, waduk, kanal, bendungan, bank perlindungan, pesisir rekayasa dan konstruksi situs lumpur pagar. Geotextiles biasanya ditempatkan pada permukaan ketegangan untuk memperkuat tanah. Geotextiles dapat meningkatkan kekuatan tanah dengan biaya lebih rendah daripada konvensional memaku tanah. Di samping itu, penanaman pada geotextiles memungkinkan lereng curam, lebih mengamankan lereng.

Meningkatkan Nilai CBR Pada Lapisan Pondasi (Subbase Course dan Base Course) dan Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)

Meningkatkan Nilai CBR Pada Lapisan Pondasi (Subbase Course dan Base Course) dan Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan pondasi (subbase course dan base course) adalah lapisan yang terletak dibawah lapisan permukaan. Karena terletak dibawah permukaan perkerasan, maka lapisan pondasi menerima pembebanan yang berat dan paling menderita akibat muatan. Oleh karena itu, material didalam lapisan pondasi harus berkualitas sangat tinggi dan konstruksi harus dilakukan dengan cermat.
Untuk meningkatkan nilai CBR pada lapisan subbase course dan base course dapat digunakan beberapa cara:
1) Menggunakan material yang lebih baik
Harga CBR dari lapisan pondasi sangat bergantung dari jenis material yang dipakai. Pemilihan matreial yang digunakan haruslah benar-benar sesuai dengan rencana akan jalan itu sendiri. Jika CBR dari material yang ada ternyata rendah, maka material tersebut haruslah diganti dengan material yang mempunyai nilai CBR lebih tinggi.
2) Stabilisasi kimia
Stabilisasi kimia adalah proses penambahan zat-zat kimia pada tanah dengan tujuan memberikan lapisan pondasi (subbase course dan base course) yang lebih baik. Stabilisasi kimia pada lapisan pondasi (subbase course dan base course) dapat dilakukan dengan beberapa cara:
• Stabilisasi lapisan pondasi dengan semen
Stabilisasi agregat lapisan pondasi dengan jalan menambahkan semen telah dilakukan secara luas, dan pertama kali dilakukan pada tahun 1915. Campuran seperti ini, yang dilindungi oleh permukaan yang diawetkan dengan bitumen, dapat digunakan untuk jalan dengan lalu lintas rendah. Untuk jalan raya utama, jenis material ini dapat menggantikan pondasi yang tak diawetkan di bawah perkerasan berbitumen. Dengan penambahan semen dapat dilakukan pengurangan tebal total ruas perkerasan lentur.
• Stabilisasi lapisan pondasi dengan kapur (lime)
Stabiisasi kapur pada material alami untuk pondasi dimaksudkan untuk mengurangi plastisitas dan perubahan volume yang menyertainya akibat perubahan kadar air maupun untuk menambah kekuatannya. Bahan ini sekarang telah dimanfaatkan secara luas baik untuk membuat agar landasan tanah lempung memadai sebagai pondasi bawah (subbase course) maupun untuk meningkatkan kekuatan dan sifat-sifat material lainnya yang secara potensial berguna untuk lapisan pondasi yang masih mengandung lempung (clay). Seperti dikatakan, kapur hanya efektif bila material alam yang akan diawetkan mengandung jenis dan jumlah lempung yang cukup.
• Stabilisasi lapisan pondasi dengan bitumen (asphalt)
Jenis yang tertinggi dari tanah yang diawetkan dengan bitumen adalah podasi berbutir, dan selanjutnya ditingkatkan dengan mencampurnya dengan beberapa bentuk bitumen. Dengan cara ini, pondasi telah menjadi kedap air dan kandungan airnya tetap merata dan rendah. Dengan pencampuran bitumen, kekuatan struktur pondasi akan meningkat dan memungkinkan pengurangan seluruh tebal bagian perkerasan.
• Stabilisasi lapisan pondasi dengan kapur-flyash dan abu vulkanik
Flyash adalah partikel dalam gumpalan gas yang terjadi dari pembakaran batu bara, lignit, atau sejenis bahan bakar lain. Partikel ini diubah menjadi bentuk bubuk halus sebagai limbah industri. Material alami dalam bentuk pondasi batu pecah atau kerikil yang distabilkan dengan kapur-flyash hanya boleh mengandung material yang lolos saringan No. 200 kurang dari 15%. Penambahan flyash dibatasi 10%-18% dan kapur dari 2,5%-5%.
• Stabilisasi lapisan pondasi dengan kalsium dan sodium klorida
Kalsium klorida kadang-kadang dipakai sebagai bahan stabilisasi untuk lapisan pondasi. Bahan ini membantu proses pemadatan, yaitu memungkinkan dicapainya kerapatan dan kekuatan yang lebih besar daripada pemadatan normal atau kerapatan yang umum dengan penggilasan yang sangat berkurang.
Sodium klorida juga telah dipakai dengan memuaskan sebagai unsur pemantapan pondasi (base stabilizer). Bahan ini dapat mengurangi penyusutan, meningkatkan kekuatan, dan mengurangi kehilangan air pada lempung montmorillonitic tertentu.

Meningkatkan Nilai CBR Pada Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Meningkatkan Nilai CBR Pada Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Tanah dasar (Subgrade) adalah bagian yang akan mendukung tebal perkerasan. Subgrade terletak pada seluruh lebar jalan, sehingga dapat berada pada daerah galian, timbunan, dan permukaan tanah. Bahan untuk subgrade diambil dari tanah setempat. Kecuali kondisinya jelek (CBR < 2%), maka perlu perbaikan tanah.
Untuk meningkatkan nilai CBR pada lapisan subgrade dapat digunakan beberapa cara:
1) Stabilisasi kimia
Stabilisasi kimia adalah proses penambahan zat-zat kimia pada tanah dengan tujuan memberikan tanah dasar (Subgrade) yang lebih baik. Stabilisasi kimia pada lapisan tanah dasar (Subgrade) dapat dilakukan dengan beberapa cara:
• Stabilisasi lapisan tanah dasar dengan semen
Tanah dasar yang akan distabilisasi dicampur dengan semen dalam jumlah tertentu. Tujuannya adalah untuk menurunkan plastisitas tanah, juga menurunkan potensi kembang susut tanah. Cara pelaksanaan untuk mencampur tanah dengan semen diolah di tempat lokasi bahan akan dihamparkan. Campuran tanah dan semen dihamparkan yang diikuti proses pemampatan. Sambungan antara pekerjaan lama dengan pekerjaan yang baru perlu dilakukan dengan seksama karena bahan setelah dipampatkan akan mengeras menjadi kaku (rigid).
• Stabilisasi lapisan tanah dasar dengan kapur (lime)
Penambahan dengan kapur pada tanah akan menurunkan liquid limit dan plasticity index dari tanah serta akan menaikkan kekuatan tanah. Apabila suatu tanah ditambah dengan kapur (lime) maka kapur tersebut akan mengurangi film air yang mengelilingi butiran tanah, kemudian terjadi penggumpalan butiran-butiran tanah karena kapur juga berfungsi sebagai bahan ikat. Untuk stabilisasi ini, bagi jenis tanah yang berbatu diperlukan kira-kira 2-8% kapur, sedangkan untuk tanah yang kohesif diperlukan kira-kira 5-10%. Penggunaan kapur pada tanah lempung disamping plasticity indexnya turun, sifat kembang susutnya juga berkurang. Stabilisasi dengan kapur dapat pula digunakan untuk base course dan subbase course.
• Stabilisasi lapisan tanah dasar dengan bitumen (asphalt)
Aspal yang dipakai umumnya asapal cair (cut black asphalt). Stabilisasi dengan aspal cocok untuk tanah yang berbutir. Terutama untuk jenis tanah dengan kadar butir halusnya rendah. Faktor yang mempengaruhi adalah kadar dan jenis bitumen dan juga homogenitas daripada campuran. Kadar aspal yang dipakai kira-kira diambil 2-8% dan sebelum aspal dicampurkan, kadar air tanah harus sekecil mungkin.
• Stabilisasi lapisan tanah dasar dengan polimer lateks buatan.
Telah dilakukan pembuatan (sintesa) polimer lateks dengan cara polimerisasi emulsi yang aplikasinya untuk meningkatkan California Bearing Ratio (CBR) tanah pada sub-grade jalan. Polimer lateks yang dihasilkan dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR). Kemudian dilakukan pengujian CBR pada tanah yang dipadatkan setelah dicampur dengan polimer tersebut. Pengukuran CBR dilakukan juga pada sampel yang direndam dalam air selama 4 hari. Diperoleh bahwa polimer lateks buatan ini memberikan hasil yang sangat memuaskan dibandingkan dengan polimer lateks lain (import). Hasil uji CBR memberikan nilai CBR sekitar 15-18 % terhadap tanah murni dengan pemadatan yang sama.
Tanah berbentuk butiran berpori-pori besar yang berada diantaranya. Pori-pori ini umumnya akan terisi oleh udara dan air. Keberadaan pori-pori ini akan mnyulitkan proses pemadatan karena tekanan udara pada pori tersebut melawan gaya pemadatan dari mesin. Hal ini juga tetap terjadi meskipun tanah yang dipadatkan terlebih dahulu dibasahi dengan air. Kekuatan tanah akan maksimum bila pori-pori diisi dengan bahan yang dapat menggantikan udara dan sekaligus dapat merekat antara butiran yang satu dengan yang lainnya. Dan bahan tersebut adalah polimer binder yang berbentuk lateks emulsi.
• Stabilisasi lapisan tanah dasar lainnya
Perbaikan tanah dasar dapat menggunakan sodium klorida yang dimodifikasi dengan kapur. Metode konstruksinya serupa dengan pondasi yang distabilkan dengan sodium klorida.
Beberapa material juga dapat digunakan, seperti sodium silikat, asam fosfat, beberapa bahan kedap air yang mengandung damar, bahan pengikat yang mengandung damar seperti aniline furfural dan calcium acrylate, organik lainnya yang bersifat anti air. Tidak satupun dari bahan-bahan ini yang telah digunakan secara luas. Salah satu masalah pada bahan stabilisasi organik ialah bahwa bahan ini akan termakan oleh bakteri tanah.
2) Stabilisasi mekanis
Stabilisasi mekanis merupakan perbaikan struktur, susunan butiran, sifat-sifat mekanis dari tanah. Stabilisasi mekanis dapat dilakukan dengan beberapa cara:
• Memampatkan tanah dasar
Keadaan tanah dalam suatu volume terdiri dari unsur-unsur solid, air dan udara. Apabila tanah tersebut dimampatkan maka volumenya akan berkurang. Sedangkan apabila kemampatan maksimal dicapai, maka volume udara akan mencapai nol. Ukuran kemampatan dinyatakan sama dengan berat volume kering. Tujuannya adalah untuk menaikkan daya dukung tanah, mengurangi (settlement) saat menerima beban, dan mengurangi pengaruh air terhadap tanah. Caranya, mesin pemadat dijalankan bolak-balik di atas daerah subgrade sebelum lapisan jalan yang lain dibangun. Pengerjaan ini akan berhenti sampai kepadatan tanah melampaui 97% kepadatan tanah asli (laboratorium). Jika tebal lapisan subgrade beberapa meter, maka pemadatan tanah dengan metode ini memakan waktu yang lama serta biaya yang tinggi.
• Mencampur tanah dasar dengan bahan yang lebih baik.
Perbaikan ini dapat dilakukan dengan memperbaiki serta menurunkan presentase butiran lempung (clay), karena lempung mempunyai kembang susut yang sangat tinggi. Apabila suatu tanah mengandung sedikit tanah liat yang berfungsi sebagai perekat, maka tanah tersebut dapat diperbaiki dengan cara mencampurkan tanah dengan kandungan tanah liat yang besar. Jika tanah terlalu banyak mengandung tanah liat, maka kondisi tanah tersebut akan sangat pekat apabila berhubungan dengan air dan perbaikannya dapat diperoleh dengan menambahkan pasir.
3) Menimbun muka tanah asli dengan bahan timbunan yang lebih baik. (CBR yang lebih tinggi.
Subgrade biasanya adalah tanah setempat yang dipadatkan. Tetapi bila jalan terletak pada peninggian dan perkerasan jalan harus terletak pada suatu jarak (ketinggian) dari daerah sekitarnya, maka material tanah timbunan ini harus lebih baik dari material tanah asli. Tanah-tanah subgrade menjadi lebih kokoh dibanding dengan aslinya, akibat pemadatan atau karena adanya tanah urug dengan material yang lebih baik, disebut improved subgrade.

Definisi CBR (California Bearing Ratio)

Definisi CBR (California Bearing Ratio)
Metode ini awalnya diciptakan oleh O.J poter kemudian di kembangkan oleh California State Highway Departement, kemudian dikembangkan dan dimodifikasi oleh Corps insinyur-isinyur tentara Amerika Serikat (U.S Army Corps of Engineers). Metode ini mengombinasikan percobaan pembebanan penetrasi di laboratorium atau di lapangan dengan rencana Empiris untuk menentukan tebal lapisan perkerasan. Hal ini digunakan sebagai metode perencanaan perkerasan lentur (flexible pavement) suatu jalan. Tebal suatu bagian perkerasan ditentukan oleh nilai CBR.
CBR adalah perbandingan beban penetrasi pada suatu bahan (test load) dengan beban dan bahan standar (standard load) pada penetrasi dan kecepatan pembebanan yang sama dan dinyatakan dalam prosentase. Uji CBR dilakukan di lapangan dan di laboraturium. Uji yang dilakukan di lapangan dilaksanakan setelah subgrade selesai dimampatkan dan pengukuran di laboratorium dikaitkan dengan percobaan pemampatan atau CBR design. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar (daya dukung bahan/tanah) dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban. CBR dinyatakan dengan rumus:

PT
CBR = ---- x 100%
PS

Keterangan:
PT = beban percobaan (test load)
PS = beban standar (standard load)

Jenis-Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan Di Indonesia

Jenis-Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan Di Indonesia
Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement)
Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Berikut beberapa fungsi lapisan perkerasan lentur:
a. Lapis permukaan (surface course)
• Lapis perkerasan menahan beban roda.
• Lapis kedap air.
• Lapis aus (wearing course).
• Menyebarkan beban ke lapisan bawahnya.
b. Lapis pondasi (base course)
• Menahan beban roda.
• Peresapan untuk pondasi bawah.
• Bantalan terhadap lapis permukaan.
• Menyebarkan beban ke lapisan bawahnya.
c. Lapis pondasi bawah (subbase course)
• Effisiensi penggunaan material.
• Lapis peresapan.
• Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
• Mengurangii tebal lapisan diatasnya.
d. Lapis tanah dasar (subgrade)
• Untuk meletakkan pondasi bawah.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement)
Perkerasan yang menggunkan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement)
Perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.

Sejarah Perkembangan Jalan di Indonesia

Sejarah Perkembangan Jalan di Indonesia
Indonesia pada perkembangan jalan rayanya dimulai sejak jaman kerajaan Tarumanegara mulai th 400- 1519 M. Pada masa itu jalan dibuat untuk menunjang kegiatan perdagangan yaitu untuk mengangkut barang dagangan dan mengangkut bahan-bahan untuk pembuatan candi sebagai sarana ibadah. Dan dengan kedatangan VOC turut memperbanyak jalur jalan. Pada zaman pemerintahan gubernur jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1808 – 1811 dibangun jalan antara anyer, panarukan. Jalan ini dibangun untuk kepentingan strategi militer perang dan juga bertujuan untuk menjangkau daerah terpencil dan untuk mendorong pertumbuhan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Jalan yang dibangun sejak zaman VOC setelah zaman kemerdekaan oleh pemerintah jalan raya itu;
1) Diperbesar, kualitas konstruksi ditingkatkan dengan tujuan untuk pelayanan lalu lintas dengan klasifikasi cepat, aman, nyaman.
2) Jalan yang ada diperbaiki, desain geometri diperbaiki.
3) Membuka isolasi terpencil maka dibangun jalan raya baru untuk meningkatkan sosial ekonomi.
4) Sebagi sarana transportasi untuk menjamin stabilitas ekonomi dan keamanan negara.
5) Untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya.
6) Sebagai pengembangan jaringan sistem pelayaran transportasi perkotaan untuk berbagai aktifitas masyarakat, yang dikembangkan adalah metoda transportasi modern yaitu dengan jalan door to door.
7) Dengan adanya jalan ini perjalanan darat Surabaya-Batavia yang ditempuh 40 hari bisa dipersingkat menjadi 7 hari. Ini sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang oleh Daendels kemudian dikelola dalam dinas pos.